Senin, 28 Februari 2011

Kecakapan Individu- Kecerdasan dan Bakat

Kecakapan individu dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability) dan kecakapan potensial (potential ability). Kecakapan nyata (actual ability) yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan diuji sekarang.

Misalkan, setelah selesai mengikuti proses perkuliahan (kegiatan tatap muka di kelas), pada akhir perkuliahan mahasiswa diuji oleh dosen tentang materi yang disampaikannya (tes formatif). Ketika mahasiswa mampu menjawab dengan baik tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan tersebut merupakan atau kecakapan nyata (achievement).
Sedangkan kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan potensial dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi ataukecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat atau aptitudes). C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian inteligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Pada awalnya teori inteligensi masih bersifat unidimensional (kecerdasan tunggal), yakni hanya berhubungan dengan aspek intelektual saja, seperti teori inteligensi yang dikemukakan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factors”-nya. Menurut pendapatnya bahwa inteligensi terdiri dari kemampuan umum yang diberi kode “g” (genaral factor) dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific factor). Selanjutnya, Thurstone (1938) mengemukakan teori “Primary Mental Abilities”, bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu : (1) kemampuan berbahasa (verbal comprehension); (2) kemampuan mengingat (memory); (3) kemampuan nalar atau berfikir (reasoning); (4) kemampuan tilikan ruangan (spatial factor); (5) kemampuan bilangan (numerical ability); (6) kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency); dan (7) kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Sementara itu, J.P. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu:
a.Operasi Mental (Proses Befikir)
  1. Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
  2. Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
  3. Memory Recording (ingatan yang segera).
  4. Divergent Production (berfikir melebar=banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
  5. Convergent Production (berfikir memusat= hanya satu kemungkinan jawaban/alternatif).
  6. Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).
b. Content (Isi yang Dipikirkan
  1. Visual (bentuk konkret atau gambaran).
  2. Auditory.
  3. Word Meaning (semantic).
  4. Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).
  5. Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara).
c. Product (Hasil Berfikir)
  1. Unit (item tunggal informasi).
  2. Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
  3. Relasi (keterkaitan antar informasi).
  4. Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
  5. Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
  6. Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
Belakangan ini banyak orang menggugat tentang kecerdasan intelektual (unidimensional), yang konon dianggap sebagai anugerah yang dapat mengantarkan kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh dunia, seperti Mozart dan Bethoven dengan karya-karya musiknya yang mengagumkan, atau Maradona dan Pele sang legenda sepakbola dunia,. Apakah mereka termasuk juga orang-orang yang genius atau cerdas ? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensional), kemampuan mereka yang demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka muncullah, teori inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang tidak hanya berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, Howard Gardner (1993), mengemukakan teori Multiple Inteligence, dengan aspek-aspeknya sebagai berikut :
  1. Logical – Mathematical; kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir rasional.
  2. Linguistic; kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa.
  3. Musical; kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme. Nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.
  4. Spatial; Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan tranformasi persepsi tersebut.
  5. Bodily Kinesthetic; kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan mengenai objek-objek secara terampil.
  6. Interpersonal; kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.
  7. Intrapersonal; kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan serta inteligensi sendiri.
Kecakapan potensial seseorang hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indikator-indikatornya. Jika kita perhatikan penjelasan tentang aspek-aspek inteligensi dari teori-teori inteligensi di atas, maka pada dasarnya indikator kecerdasan akan mengerucut ke dalam tiga ciri yaitu : kecepatan (waktu yang singkat), ketepatan (hasilnya sesuai dengan yang diharapkan) dan kemudahan (tanpa menghadapi hambatan dan kesulitan yang berarti) dalam bertindak. Dengan indikator-indikator perilaku inteligensi tersebut, para ahli mengembangkan instrumen-instrumen standar untuk mengukur perkiraan kecakapan umum (kecerdasan) dan kecakapan khusus (bakat) seseorang. Alat ukur inteligensi yang paling dikenal dan banyak digunakan di Indonesia ialah Tes Binet Simon – walaupun sebetulnya menurut hemat penulis alat ukur tersebut masih terbatas untuk mengukur inteligensi atau bakat persekolahan (scholastic aptitude), belum dapat mengukur aspek – aspek inteligensi secara keseluruhan (multiple inteligence). Selain itu, ada juga tes intelegensi yang bersifat lintas budaya yaitu Tes Progressive Metrices (PM) yang dikembangkan oleh Raven.
Dari hasil pengukuran inteligensi tersebut dapat diketahui seberapa besar tingkat integensi (biasa disebut IQ = Intelligent Quotient yaitu ukuran kecerdasan dikaitkan dengan usia seseorang.Selain menggunakan instrumen standar, seorang guru pada dasarnya dapat pula mendeteksi dan memperkirakan inteligensi peserta didiknya, melalui pengamatan yang sistematis tentang indikator – indikator kecerdasan yang dimiliki para peserta didiknya, yaitu dengan cara memperhatikan kecenderungan kecepatan ketepatan, dan kemudahanpeserta didik dalam dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan mengerjakan soal-soal pada saat ulangan atau ujian, sehingga pada akhirnya akan diketahui kelompok peserta didik yang tergolong cepat (upper group), rata-rata (midle group) dan lambat (lower group) dalam belajarnya.
Untuk mengukur bakat seseorang, dapat menggunakan beberapa instrumen standar, diantaranya : DAT (Differential Aptitude Test), SRA-PMA (Science Research Action – Primary Mental Ability), FACT (Flanagan Aptitude Calassification Test).Alat tes ini dapat mengungkap tentang : (1) pemahaman kata; (2) kefasihan mengungkapkan kata; (3) pemahaman bilangan; (4) tilikan ruangan; (5) daya ingat; (6) kecepatan pengamatan; (7) berfikir logis; dan (8) kecakapan gerak.
Perlu dicatat bahwa pengukuran tersebut, baik menggunakan instrumen standar atau hanya berdasarkan pengamatan sistematis guru bukanlah bersifat memastikan tingkat kecerdasan atau bakat seseorang namun hanya sekedar memperkirakan (prediksi) saja, untuk kepentingan pengembangan diri. Begitu juga kecerdasan atau bakat seseorang bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tingkat keberhasilan atau kesuksesan hidup seseorang.
Dalam rangka Program Percepatan Belajar (Accelerated Learning), Balitbang Depdiknas (1986) telah mengidentifikasi ciri-ciri keberbakatan peserta didik dilihat dari aspek kecerdasan, kreativitas dan komitmen terhadap tugas, yaitu:
  1. Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pikirannya);
  2. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan;
  3. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir logis dan kritis
  4. Mampu belajar/bekerja secara mandiri;
  5. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);
  6. Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya
  7. Cermat atau teliti dalam mengamati;
  8. Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah;
  9. Mempunyai minat luas;
  10. Mempunyai daya imajinasi yang tinggi;
  11. Belajar dengan dan cepat;
  12. Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat;
  13. Mampu berkonsentrasi;
  14. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar.
Terkait dengan proses pembelajaran, yang perlu menjadi perhatian bahwa antara satu individu dengan individu lainnya pada dasarnya memiliki kecakapan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, guru seyogyanya dapat memahami dan mengembangkan kecakapan individu sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Perhatian terhadap perbedaan individu dalam kecakapan merupakan salah satu prinsip yang harus dipenuhi di dalam proses pembelajaran . Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pun telah mencantumkannya sebagai salah satu prinsip yang harus dipenuhi dalam kegiatan pengembangan kurikulum di sekolah
Sumber :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Depdiknas. 2003. Pedoman Penyelenggaraaan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
Syamsu Yusuf LN.2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar